Perbedaan RKUHP dan KUHP: Apa yang Harus Diketahui?

Pada awalnya, hukum pidana Indonesia diperkuat dengan adanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada tahun 1946. Namun, setelah melalui berbagai proses perumusan, RUU KUHP yang baru disahkan pada tahun 2019 tampaknya sedikit berbeda dari KUHP yang telah digunakan selama lebih dari tujuh dekade di Indonesia. Perlu dipahami, perbedaan “RUU KUHP” dan “KUHP” ini tidak hanya sekedar perbedaan nomenklatur saja.

Berbeda dengan KUHP yang telah terbit pada tahun 1946, RUU KUHP mengalami beberapa kali revisi yang membuatnya harus disesuaikan dengan perkembangan dalam masyarakat modern. Dalam RUU KUHP, terdapat beberapa perubahan terkait tindak pidana yang dikenai sanksi pidana, khususnya dalam hal pembunuhan, penganiayaan, pelecehan seksual, dan penghinaan. Perubahan ini penting dilakukan karena permasalahan hukum pidana yang berkembang sangat cepat di dunia modern dan harus diatur secara lebih teliti.

RUU KUHP juga dibuat dan dirumuskan dengan memperhatikan hak asasi manusia dan pemenuhan hak-hak masyarakat, agar setiap individu bisa memperoleh perlindungan hukum sesuai dengan keadilan dan kepastian hukum. Hal ini sejalan dengan prinsip hukum pidana yang bertujuan untuk memerangi tindakan kriminal, melindungi masyarakat dari tindakan yang merugikan, serta menghukum pelaku kejahatan secara adil dan proporsional. Oleh karena itu, perbedaan RUU KUHP dan KUHP memang perlu diperhatikan secara seksama, sehingga semua pihak bisa memahami hukum pidana dengan lebih baik.

Pengertian RUU KUHP dan KUHP

RUU KUHP dan KUHP merupakan dua istilah yang kerap dibicarakan oleh masyarakat dalam kaitannya dengan hukum pidana di Indonesia. RUU KUHP, yang merupakan kepanjangan dari Rancangan Undang-Undang KUHP, adalah sebuah rancangan yang masih dalam tahap pembahasan di DPR. Rancangan undang-undang ini bertujuan untuk menggantikan KUHP yang saat ini masih berlaku. Sementara itu, KUHP atau Kode Unik Hukum Pidana merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana dan sanksi hukum untuk pelakunya.

Dalam RUU KUHP, terdapat beberapa perubahan dalam hal hukuman bagi para pelaku tindak pidana. Salah satunya adalah peningkatan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi yang sebelumnya hanya bisa diancam hukuman maksimal 20 tahun, kini bisa mencapai hukuman seumur hidup. RUU KUHP juga lebih mengakomodasi kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia, serta menyelaraskan hukum pidana dengan hukum lain yang sudah ada.

Proses Pembahasan RUU KUHP di Dewan Perwakilan Rakyat

RUU KUHP atau Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah salah satu RUU yang sedang digodok oleh pemerintah dan DPR. Proses draf awal diperkenalkan pada tahun 2015, dan setelah itu, dikaji ulang dan diusulkan kembali. RUU KUHP ini bukan hanya tentang revisi pasal-pasal yang ada, tetapi juga menghapus beberapa pasal, menambahkan pasal-pasal baru, serta mengimplementasikan pasal-pasal baru berdasarkan perkembangan serta tuntutan zaman. RUU KUHP ini sudah melalui persetujuan dari Presiden dan Kemasyarakatan, dan proses selanjutnya adalah pembahasan di DPR.

Proses Pembahasan di DPR

  • Proses Mosi
  • Setelah RUU KUHP sudah diajukan ke DPR untuk dibahas, maka proses pembahasannya dimulai dengan mosi. Mosi merupakan pengajuan RUU tersebut oleh suatu fraksi atau anggota DPR. Setelah pengajuan, maka RUU KUHP tersebut akan masuk ke dalam Panitia Kerja (Panja) RUU yang dibentuk untuk membahas secara menyeluruh RUU yang sudah diajukan menjadi Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah).

  • Proses Pembahasan dalam Panja
  • Panitia Kerja RUU KUHP terdiri dari anggota DPR yang berasal dari berbagai fraksi. RUU KUHP dibahas secara intensif di Panja, dengan mendengarkan pandangan dari berbagai ahli dan masyarakat umum. Selain itu, Panja juga akan menggelar rapat dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Setelah semua pendapat dan masukan telah didengar, maka RUU KUHP akan direvisi sebelum disetujui dalam Panja.

  • Proses Bahas Bersama
  • Setelah Panja selesai membahas RUU KUHP, maka diselenggarakanlah Proses Bahas Bersama (PBB). Dalam PBB, RUU KUHP akan dipresentasikan oleh anggota DPR yang terlibat di Panja, dan ditampilkan di layar proyektor. Anggota DPR lain bisa memberikan masukan atau mengkritik RUU yang telah dibuat oleh Panja. Setelah itu, maka RUU KUHP akan diadopsi menjadi kesepakatan bersama DPR.

Tahapan Ratifikasi dan Penetapan

Setelah disepakati dalam PBB, RUU KUHP selanjutnya akan diusulkan untuk ratifikasi dan penetapan melalui Rapat Paripurna. Rapat Paripurna adalah sidang DPR dengan seluruh anggota berjumlah 575 orang. RUU KUHP akan melalui tahapan pengambilan suara. Apabila lebih dari 50% anggota DPR mencoblos baik, maka RUU KUHP dinyatakan sah dan penetapan ditandatangani oleh Presiden serta Sekjen DPR. Setelah itu, maka masuk ke dalam tahapan promulgasi dan pengesahan oleh pemerintah dan menjadi UU yang berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Penutup

Versi Awal Jumlah pasal 787
Revisi Terkini Jumlah pasal 511

Itulah sedikit ulasan mengenai proses pembahasan RUU KUHP di Dewan Perwakilan Rakyat. Tentunya, proses pembahasan yang dilakukan di DPR berlangsung sangat panjang dan melelahkan, mengingat RUU KUHP adalah dasar hukum yang penting di Indonesia. RUU KUHP yang final tentunya akan dapat memperkuat rasa keadilan dan menjunjung tinggi hak-hak manusia di Indonesia.

Kontroversi RUU KUHP

Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP), yang diajukan oleh pemerintah Indonesia pada 2015, telah memicu berbagai kontroversi di kalangan masyarakat dan ahli hukum. KUHP yang masih berlaku saat ini berdasarkan pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 1918, yang dirancang pada masa penjajahan Belanda. Meskipun banyak penyesuaian dan perubahan sejak saat itu, RUU KUHP tetap menjadi perdebatan kontroversial. Berikut adalah tiga subtopik dari kontroversi RUU KUHP.

Perbedaan RKUHP dan KUHP

Perbedaan yang paling mencolok antara RUU KUHP dengan KUHP yang masih berlaku saat ini adalah jumlah pasal yang ada. RUU KUHP memiliki 628 pasal, sedangkan KUHP sekarang hanya memiliki 511 pasal. Selain itu, RUU KUHP juga memuat beberapa pasal yang dihapuskan dari KUHP dan pasal-pasal baru yang berkaitan dengan tindak pidana cyber dan terorisme. RUU KUHP juga mengandung lebih banyak aturan ketat yang dapat memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada aparat penegak hukum, termasuk memperluas definisi tindak pidana “makar” dan “penghinaan presiden”.

Isu Hak Asasi Manusia

  • RUU KUHP dianggap melanggar hak asasi manusia oleh beberapa kalangan, terutama mengenai kebebasan berekspresi, hak kebebasan berserikat, hak asasi perempuan, hak kaum minoritas, dan hak sipil. Misalnya, pasal tentang “pemufakatan jahat” dikhawatirkan dapat menjerat aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil. RUU KUHP juga menghilangkan perspektif gender dalam membuat peraturan terkait kegiatan seksual yang dapat mengkriminalisasi perbuatan seks di luar nikah, termasuk hubungan homoseksual yang melibatkan orang dewasa yang sama-sama setuju.
  • RUU KUHP juga dianggap memberikan hak discrretionary yang lebih besar bagi aparat penegak hukum, termasuk detensi tanpa pengadilan, penangkapan dengan alasan “rencana tindak pidana” tanpa bukti, dan pengawasan interkomunikasi dalam kasus-kasus tertentu.

Ketimpangan Kekuasaan

Beberapa kalangan mengkhawatirkan bahwa RUU KUHP dapat memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada aparat penegak hukum, terutama kepolisian, dalam mengambil keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kasus pidana. Misalnya, RUU KUHP memberi wewenang kepada kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk mencegah kemunculan tindak pidana tanpa perintah pengadilan, yang dapat menghilangkan hak asasi warga negara untuk privasi dan keamanan diri.

Tabel Perbandingan RUU KUHP dan KUHP

No. Aspek KUHP RUU KUHP
1 Jumlah pasal 511 628
2 Kriminalisasi hubungan seks di luar nikah Terbatas pada hubungan seksual yang dilakukan di tempat umum Melarang seluruh hubungan seks di luar nikah
3 Pasal tentang terorisme Tidak ada Ada (Pasal 340-340A)
4 Definisi tindak pidana makar Sangat terbatas dan rumit Diperluas dan lebih mudah dipidana
5 Tindakan pencegahan tanpa wewenang pengadilan Tidak diatur Diberikan wewenang kepada kepolisian untuk melakukan tindakan pencegahan
6 Hukuman mati Ada untuk beberapa jenis kejahatan Tetap ada untuk beberapa jenis kejahatan

Sumber: Amnesty International Indonesia.

Perbedaan Substansi antara RUU KUHP dan KUHP

Jika kita berbicara mengenai RUU KUHP dan KUHP, mungkin banyak dari kita yang tidak mengetahui perbedaan substansinya secara gamblang. Maka dari itu, dalam artikel ini akan dijelaskan mengenai perbedaan substansi antara RUU KUHP dan KUHP.

  • Penambahan Tindak Pidana Baru
  • Salah satu perbedaan substansi antara RUU KUHP dan KUHP adalah adanya penambahan tindak pidana baru dalam RUU KUHP. Pasalnya, RUU KUHP disusun berdasarkan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat saat ini. Beberapa tindak pidana baru yang diatur dalam RUU KUHP adalah penyebaran hoax, pembajakan konten, kejahatan siber, dan lain sebagainya.

  • Perubahan Sanksi Pidana
  • Tidak hanya menambahkan tindak pidana baru, RUU KUHP juga meninjau ulang sanksi pidana yang diberikan pada tindak pidana yang sudah ada. Beberapa sanksi pidana diubah agar lebih efektif dalam memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Misalnya, dalam RUU KUHP diatur bahwa pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi akan ditambahkan dengan waktu kurungan hingga 2/3 dari pidana yang dijatuhkan

  • Penambahan Pertimbangan Hukum dalam Pengambilan Keputusan Hakim
  • RUU KUHP juga menambahkan pertimbangan hukum dalam pengambilan keputusan hakim. Hal ini dilakukan agar keputusan yang diambil sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Pertimbangan hukum ini diatur secara rinci dalam pasal-pasal RUU KUHP.

Perubahan Substansi dalam RKUHP

Selain itu, perubahan substansi juga dapat ditemukan dalam RKUHP yang sedang dalam proses pembahasan dan penyusunan. Beberapa perubahan substansi yang diamati adalah sebagai berikut:

Perubahan Terkait Tindak Pidana Narkotika

Perubahan substansi terkait tindak pidana narkotika adalah penghilangan sanksi seumur hidup bagi pelaku tindak pidana narkotika. Selain itu, RKUHP juga tidak lagi mengatur tentang penggunaan narkotika karena dianggap sebagai masalah kesehatan.

KUHP RKUHP
Mengatur tindak pidana bagi pengguna narkotika dan memberikan sanksi pidana seumur hidup Tidak mengatur perihal pengguna narkotika dengan alasan sebagai masalah kesehatan

Perubahan Terkait Pelaku Kejahatan Seksual

Perubahan substansi terkait pelaku kejahatan seksual juga terdapat di dalam RKUHP. RKUHP mengatur lebih rinci mengenai tindak pidana kejahatan seksual, salah satunya adalah dengan mengatur bahwa adanya persetujuan dari korban bukanlah alasan untuk membebaskan pelaku dari tindak pidana kejahatan seksual.

Dari perubahan substansi dalam RKUHP dan RUU KUHP, terlihat bahwa revisi KUHP dilakukan mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, revisi KUHP tidak semata-mata memperbaharui atau menambah isi peraturan yang ada, tetapi juga meninjau ulang substansi dari peraturan tersebut agar lebih sesuai dengan tuntutan hukum yang berlaku saat ini.

Dampak RUU KUHP terhadap Keadilan dan HAM

RUU KUHP telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan para ahli hukum. Salah satu yang menjadi fokus perhatian adalah dampak dari RUU KUHP terhadap keadilan dan HAM di Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak yang bisa terjadi:

  • Menimbulkan ketidakadilan
  • Jika RUU KUHP disahkan, maka beberapa kasus yang selama ini dianggap melanggar HAM dan merugikan masyarakat bisa saja terjadi. Contohnya adalah penggunaaan pasal karet dalam RUU KUHP yang sangat ambigu dan bisa mengakibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pihak kepolisian atau penegak hukum lainnya.

  • Meningkatkan angka kriminalisasi
  • Banyak orang yang khawatir jika RUU KUHP disahkan, maka jumlah kasus kriminalisasi akan meningkat secara signifikan. Hal ini dikarenakan RUU KUHP memberikan sanksi yang lebih berat dan luas pada tindak pidana.

  • Merugikan perempuan dan minoritas
  • Pasal-pasal dalam RUU KUHP yang berhubungan dengan perempuan dan minoritas dinilai kurang melindungi kepentingan mereka. Misalnya saja pasal yang mengatur tentang tindakan kekerasan dalam rumah tangga, yang tidak cukup memberikan perlindungan saat terjadi kekerasan pada perempuan.

Contoh kasus dan dampak RUU KUHP terhadap HAM

Berikut merupakan contoh kasus yang bisa terjadi apabila RUU KUHP disahkan:

Kasus Dampak RUU KUHP terhadap HAM
Penggunaan pasal karet Beredarnya informasi palsu atau hoaks dan difitnah secara tidak adil oleh pihak tertentu.
Kasus korupsi Sanksi hukuman yang sangat berat akan dikenakan terhadap pelaku korupsi yang berisiko mengancam HAM dan kebebasan.
Kasus diskriminasi perempuan dan minoritas Meningkatnya tindakan diskriminasi terhadap perempuan dan minoritas yang ada di Indonesia.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan DPR untuk menimbang secara matang dampak dari RUU KUHP terhadap keadilan dan HAM. Terlebih lagi, agar RUU KUHP bisa memberikan rasa keadilan dan melindungi kepentingan masyarakat secara utuh.

Perbedaan RKUHP dan KUHP

RKUHP atau Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah suatu rancangan hukum pidana baru yang disusun untuk menggantikan KUHP atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini berlaku di Indonesia. RKUHP merupakan jawaban dari kebutuhan akan hukum pidana yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan masyarakat. Berikut adalah perbedaan RKUHP dan KUHP yang sebaiknya diketahui:

  • Cakupan Materi Lebih Luas: RKUHP memiliki cakupan materi yang lebih luas dibandingkan dengan KUHP. Hal ini terlihat dari lebih banyaknya pasal yang terdapat di dalam RKUHP.
  • Hukuman Lebih Beragam: RKUHP memiliki variasi hukuman yang lebih beragam dibandingkan dengan KUHP. Hal ini terkait dengan peningkatan kompleksitas kejahatan yang terjadi dalam masyarakat modern.
  • Pengaturan Pidana Baru: RKUHP memiliki aturan pidana baru yang belum ada dalam KUHP, seperti pidana bagi pelanggaran terhadap hak cipta, kejahatan siber, dan korupsi.

Selain perbedaan di atas, terdapat juga perbedaan dalam pandangan tentang beberapa kejahatan. Sebagai contoh, RKUHP menganggap tindak kejahatan pembunuhan yang dilakukan karena dendam sebagai tindak pembunuhan biasa, sedangkan KUHP menganggapnya sebagai pembunuhan yang terencana dan lebih berat hukumannya.

Persiapan RKUHP

Persiapan untuk dilakukannya perubahan hukum pidana dari KUHP ke RKUHP sendiri memakan waktu cukup lama. Pemerintah dan DPR periode 2014-2019 menugaskan sebuah tim ahli hukum untuk menyusun RKUHP yang kemudian disahkan pada Oktober 2019. RKUHP kemudian dijadikan rancangan undang-undang yang dibahas oleh DPR dan baru diharapkan menjadi undang-undang pada akhirnya.

Persiapan RKUHP juga melibatkan berbagai pihak seperti komisi-komisi di DPR, Komisi Yudisial, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan beberapa pakar hukum di Indonesia. Semua pihak ini terlibat dalam pembahasan mengenai materi dan penegakan hukum pidana.

Perlindungan HAM dalam RKUHP

Munculnya RKUHP memberikan kesempatan bagi pemeliharaan dan perlindungan HAM di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan pengaturan dalam RKUHP yang mengakomodasi prinsip-prinsip perlindungan HAM.

Contohnya, RKUHP lebih memperhatikan prinsip-prinsip pidana yang lebih manusiawi. RKUHP menetapkan jenis pidana yang bisa dikenakan sesuai dengan tingkatan kejahatan dan sifat pelakunya. Hukuman mati yang terdapat pada KUHP sendiri tidak ada dalam RKUHP.

Perlindungan terhadap korban diatur lebih luas dan mendukung hak asasi manusia. Hal ini terlihat pada pengaturan pidana kejahatan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga, dimana sejumlah regulasi baru serta tindakan pemulihan dan rehabilitasi bagi korban akan diberikan jika terdapat tindakan kekerasan.

Tabel Perbandingan RKUHP dan KUHP

Keterangan KUHP RKUHP
Cakupan Materi Berdasarkan pengalaman praktek Lebih luas dan systematis
Kejahatan Baru Tidak diatur Diatur dengan jelas
Penjara Seumur Hidup Diatur Hanya dikenakan untuk kejahatan tertentu

Terlepas dari perbedaan-perbedaan di atas, RKUHP masih belum resmi diberlakukan dan masih menunggu pengesahan dari DPR.

RUU KUHP dan KUHP: Apa Bedanya?

Pembahasan mengenai perbedaan antara RKUHP dan KUHP menjadi topik yang hangat diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, masih banyak yang belum paham mengenai pengertian kedua hal tersebut. Terlebih, adanya revisi terhadap RKUHP yang baru-baru ini diusulkan dan mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan.

Dalam hal ini, berikut adalah beberapa perbedaan antara RKUHP dan KUHP yang sebaiknya diketahui:

  • RKUHP merupakan rancangan baru yang akan menggantikan KUHP yang saat ini sedang berlaku di Indonesia,
  • KUHP sudah berlaku di Indonesia sejak masa penjajahan Belanda dan telah mengalami beberapa kali perubahan,
  • RKUHP mengatur lebih rinci mengenai kejahatan siber, penistaan agama, perselingkuhan, dan kejahatan terhadap lingkungan,
  • KUHP lebih banyak mengatur kejahatan tradisional seperti pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya,
  • RKUHP mengurangi jumlah pasal yang ada dibandingkan dengan KUHP,
  • RKUHP lebih modern dan lebih sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini,
  • Dalam RKUHP, sanksi pidana yang diberikan lebih proporsional dan adil, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Selain itu, berdasarkan perbedaan yang ada antara RKUHP dan KUHP, maka beberapa golongan masyarakat mengkritik isi dari RKUHP yang baru saja diajukan. Beberapa pasal yang dianggap kontroversial seperti penistaan agama dan perselingkuhan menjadi isu yang paling hangat dibicarakan.

Meskipun begitu, revisi RKUHP sendiri tidak bisa dipandang sebelah mata begitu saja. Sebab, revisi ini dibuat untuk menyesuaikan hukum yang ada di Indonesia dengan perkembangan zaman. Meski begitu, revisi ini tetap harus melalui kajian dan konsultasi yang mendalam demi menghasilkan RKUHP yang lebih sempurna dan adil bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, perbedaan antara RKUHP dan KUHP memang sedikit banyak memengaruhi pandangan masyarakat mengenai hukum di Indonesia. Namun, perbedaan ini sebaiknya dipahami secara baik oleh masyarakat untuk mencegah kemungkinan kesalahpahaman mengenai seluk-beluk hukum di Indonesia.

RUU KUHP Masuk Proses Pembahasan Lagi di DPR

Berdasarkan berbagai sumber yang dilansir, proses pembahasan RUU KUHP kembali diadakan di DPR. Hal ini menimbulkan berbagai macam pro dan kontra di masyarakat sehubungan dengan isi RUU tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap hukum dan keadilan di Indonesia.

Perbedaan RKUHP dan KUHP

  • Penambahan tindak pidana baru seperti perjudian online, penodaan agama, dan kejahatan kemanusiaan.
  • Penambahan saksi ahli yang merupakan ujung tombak dalam membuktikan suatu kasus
  • Pembatasan hak penangkapan terhadap tersangka

Menimbang RUU KUHP

Banyak pihak yang menimbang RUU KUHP dari segi positif maupun negatif. Mereka yang menyetujui menyebutkan bahwa RUU tersebut dapat meningkatkan keadilan, kepastian hukum, dan pemenuhan hak korban kasus pidana. Di sisi lain, ada juga yang menilai RUU tersebut dapat mengancam hak asasi manusia dan menghambat demokrasi.

Untuk menghindari munculnya polemik, perlu ada kesepakatan yang boleh saling menguntungkan agar KUHP yang dihasilkan dapat memperkuat sistem hukum dan keadilan dalam negeri.

Tabel Perbandingan RUU KUHP dan KUHP

Isi KUHP RUU KUHP
Pasal-pasal tindak pidana dan saksi ahli Terbatas dan kurang detail Lengkap dan lebih detail
Penangkapan terhadap tersangka Tidak jelas Diatur lebih rinci dan bila bertentangan dengan hak asasi manusia, penangkapan tersebut dapat dibatalkan

Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa RUU KUHP lebih lengkap dan detail dalam membahas tindak pidana. Namun, terdapat kontroversi pada penangkapan terhadap tersangka di mana beberapa pihak menilai hal tersebut dapat mengancam hak asasi manusia.

Masyarakat Sipil Kritik RUU KUHP yang Lebih Represif

Banyak masyarakat sipil yang mulai mengkritik RUU KUHP yang dianggap lebih represif daripada KUHP yang ada saat ini. Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain:

  • Pengkriminalisasian tindakan yang sebelumnya tidak dianggap sebagai pidana, seperti penghinaan presiden dan kritik terhadap agama, yang dianggap melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
  • Penambahan hukuman mati dan penjara seumur hidup tanpa ada batasan waktunya.
  • Penghapusan perlindungan bagi korban kekerasan seksual, dimana korban diwajibkan untuk membuktikan bahwa mereka telah melakukan perlawanan fisik yang signifikan terhadap pelaku.

Perubahan-perubahan dalam RUU KUHP ini dikhawatirkan dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia dan mempersempit ruang kebebasan berekspresi, berpikir, dan berkumpul.

Pengaruh RUU KUHP terhadap kemajuan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia

Sebagai sebuah negara demokratis dan berkeadaban, Indonesia diharapkan dapat memberikan perlindungan yang memadai bagi hak asasi manusia. Namun, jika RUU KUHP ini disahkan, maka hal ini dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia.

Dalam pasal-pasal yang terkandung dalam RUU KUHP, tampak jelas bahwa hak individu akan terbatas dan terkompromikan, dan kekuasaan negara akan semakin besar dalam mengontrol kegiatan masyarakat. Hal-hal semacam ini sangat bertentangan dengan prinsip demokrasi yang menekankan pentingnya kebebasan bermasyarakat, berpikir, dan berpendapat.

Pasal RUU KUHP Kritik
242-243 Pembatasan hak berkumpul dan berdemonstrasi
211-214 Pembatasan kebebasan berekspresi dan berpendapat
421 Penghapusan perlindungan bagi korban pelecehan seksual

Tentunya harus ada dukungan terhadap tuntutan masyarakat sipil serta pelaku penegakan hukum yang mendukung pembangunan demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

Apa Saja Perbedaan RUU KUHP dan KUHP yang Sedang Berlaku?

Saat ini, Indonesia sedang gencar membahas Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang akan menggantikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah berlaku sejak zaman penjajahan Belanda. Berikut adalah beberapa perbedaan antara RUU KUHP dan KUHP yang sedang berlaku:

  • Ujaran Kebencian: Pada RUU KUHP, ujaran kebencian atau hate speech diancam dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara. Sedangkan pada KUHP yang sedang berlaku, ujaran kebencian tidak jelas didefinisikan dan hanya dikenakan sanksi maksimal 1 tahun penjara.
  • Aborsi: RUU KUHP menambah ketentuan tentang aborsi dalam KUHP yang sedang berlaku. Pada RUU KUHP, aborsi yang dilakukan karena alasan tertentu dianggap sah dan tidak dikenakan sanksi pidana.
  • Penyiksaan: Pada RUU KUHP, penyiksaan menjadi tindak pidana yang lebih berat. Sementara itu pada KUHP yang sedang berlaku, penyiksaan hanya dikenakan sanksi maksimal 9 tahun penjara.

KUHP yang Sedang Berlaku

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang berlaku merupakan undang-undang yang diadopsi dari sistem hukum Belanda. KUHP tersebut masih memiliki banyak kelemahan, seperti:

  • Jenis dan besaran hukuman yang kurang memadai terhadap perbuatan pidana tertentu.
  • KUHP tidak memiliki aturan yang mengatur kejahatan siber atau cyber-crime.
  • KUHP dinilai masih memasung perempuan karena masih melarang tindakan aborsi.

RUU KUHP

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) mencerminkan konteks sosial, budaya, dan hukum Indonesia yang lebih kontemporer. Akan tetapi, RUU KUHP juga menuai beberapa kontroversi, di antaranya:

Berdasarkan tabel di bawah ini, RUU KUHP dinilai tidak memiliki putusan yang cukup tegas untuk kasus korupsi dan pembunuhan.

Jenis Kejahatan KUHP RUU KUHP
Korupsi Maks. 20 tahun Maks. 20 tahun
Pembunuhan Maks. 15 tahun Maks. 15 tahun

RUU KUHP juga dianggap membatasi hak asasi manusia karena menindak kriminalisasi netizen pada kasus-kasus ujaran kebencian. Selain itu, RUU KUHP dinilai bertentangan dengan hak perempuan dan kesehatan karena tidak memperbolehkan aborsi.

RUU KUHP Menuai Protes dari Berbagai Pihak Mengenai Kebebasan Berekspresi

Saat ini, RUU KUHP sedang menjadi sorotan publik karena beberapa pasalnya dipandang kontroversial dan membatasi kebebasan berekspresi. Ada beberapa pihak yang menolak penambahan pasal-pasal tersebut, di antaranya:

  • Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)
  • Komisi Yudisial
  • Advokat

Ketiganya menganggap bahwa pasal-pasal tersebut bisa melahirkan tafsir yang tidak sesuai dengan semangat kebebasan berekspresi yang dijamin dalam konstitusi. Bagi mereka, RUU KUHP harusnya menjadi alat untuk melindungi hak asasi manusia, bukan malah mengubah substansi dasar dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Salah satu pasal yang sangat kontroversial dalam RUU KUHP adalah Pasal 335 tentang Kesusilaan. Pasal ini dinilai ambigu dan tidak jelas, sehingga melahirkan tafsir yang beragam dan mengancam kebebasan berekspresi. Pasal ini bisa menjadi senjata untuk menjerat orang yang dianggap melanggar tata kesusilaan yang juga punya tafsir yang beragam.

Bagi kaum muda, pasal-pasal seperti ini jelas tidak relevan lagi dengan tantangan jaman. Kekhawatiran mereka bukan hanya tentang substansi pasal-pasal tersebut, tapi juga tentang ketidakadilan dalam konteks implementasi. Menurut mereka, masih banyak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, diskriminasi, dan kriminalisasi berbasis norma-norma sosial, agama, dan moralitas.

Mengenai Kebebasan Berekspresi

Selain Pasal 335, RUU KUHP juga dianggap membawa banyak pasal yang membatasi kebebasan berekspresi, di antaranya:

  • Pasal 138 tentang Penodaan Agama
  • Pasal 263 tentang Fitnah
  • Pasal 302 tentang Penghinaan Terhadap Presiden

Pasal-pasal tersebut dipandang sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi. Padahal, kebebasan berekspresi adalah hak dasar manusia yang harus dihormati dan dilindungi.

Tidak hanya itu, RUU KUHP juga dianggap tidak memahami hakekat demokrasi dan mekanisme pembelajaran dalam sebuah masyarakat. Demokrasi adalah jangkauan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, hak asasi manusia, dan kebebasan berekspresi untuk membentuk pendapat. Masyarakat harus didorong untuk belajar dari kritik dan memperbaiki diri, bukan justru dikriminalisasi atau disensor.

Dalam konteks RUU KUHP, perlu disadari bahwa kebebasan berekspresi bukanlah hak absolut yang bisa dipakai tanpa pertimbangan. Namun, penyesuaian harus dilakukan secara tepat dan penuh penghargaan terhadap hak asasi manusia, terutama hak atas kebebasan berekspresi.

No Pasal Kontroversi
1 335 ambigu dan menimbulkan tafsir beragam
2 138 memuat sanksi terhadap penodaan agama
3 263 memuat sanksi terhadap fitnah
4 302 memuat sanksi terhadap penghinaan terhadap Presiden

Tinjauan mendalam dan kajian yang komprehensif harus dijadikan prasyarat untuk menetapkan substansi RUU KUHP, terutama dalam menghadapi dinamika masyarakat yang semakin kompleks. Jangan sampai RUU KUHP justru menghalangi upaya pemerintah untuk membina demokrasi, melindungi hak asasi manusia, dan mendorong partisipasi publik dalam membangun bangsa dan negara.

Yuk Kenali Perbedaan RKUHP dan KUHP

Dan itulah perbedaan antara RKUHP dan KUHP! Semoga artikel ini bisa memberikan gambaran yang jelas dan membantu kamu mengerti besserapa poin penting dari kedua undang-undang tersebut.

Terima kasih sudah membaca dan jangan lupa kunjungi lagi halaman kami untuk informasi menarik lainnya! Sampai jumpa 🙂