Perbedaan AHA 2015 dan 2020: Apa yang Berubah dalam Pedoman Terbaru?

Perbedaan antara pandemi COVID-19 pada tahun 2015 dan 2020 merupakan topik yang sedang hangat dibicarakan. Saat itu, masih sedikit orang yang mampu memprediksi bahwa sebuah virus asal Wuhan, China akan merubah seluruh aspek kehidupan kita. Dalam perkembangannya, banyak ilmuan dan ahli kesehatan berusaha untuk menemukan solusi dalam menghadapi wabah ini. Salah satunya adalah American Heart Association (AHA) yang telah melakukan update terbaru terkait pedoman CPR di tengah pandemi.

AHA merupakan salah satu lembaga medis terkemuka yang fokus pada riset dan pengembangan ilmu kedokteran jantung dan pembuluh darah. Dulu pada tahun 2015, mereka telah merilis panduan CPR terbaru yang digunakan oleh para profesional medis dan masyarakat. Namun, setelah munculnya pandemi COVID-19, AHA kembali merilis panduan terbarunya pada tahun 2020 dengan beberapa perubahan signifikan.

Perbedaan dari panduan CPR AHA 2015 dan 2020 terletak pada upaya penanganan COVID-19. Di dalam panduan terbaru, AHA memberikan penekanan dalam memaksimalkan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada tenaga medis. Selain itu, mereka juga memberikan saran untuk meminimalisir kontak dengan pasien yang berhubungan dengan COVID-19. Hal ini sesuai dengan tren global untuk membatasi penularan virus dan memperkuat keselamatan para tenaga kesehatan.

Penyempurnaan Pedoman Pemberian Bantuan Hidup Dasar AHA

Pada tahun 2015, American Heart Association (AHA) merilis pedoman pemberian bantuan hidup dasar sebagai panduan yang lengkap untuk membantu menyelamatkan nyawa. Namun, pada tahun 2020, AHA melakukan penyempurnaan untuk membuat panduan tersebut lebih terperinci dan mudah diikuti. Berikut adalah perbedaan terbesar antara panduan AHA 2015 dan 2020 dalam hal pemberian bantuan hidup dasar:

  • 2020 AHA pedoman memberikan penekanan yang lebih besar pada reaksi cepat. Segera kontak ambulance jika saksi melihat seorang individu jatuh dengan tiba-tiba.
  • Pada 2015, pedoman tidak menekankan pemberian obat naloxone untuk overdose opioid.
  • Pada 2020 pedoman sekarang menekankan pemberian obat naloxone untuk overdose opioid, dan sekarang dianggap sebagai standar perawatan.

Perbedaan dalam Tindakan Penyelamatan Diri pada Situasi Darurat

Tindakan penyelamatan diri dapat menjadi hal yang penting dalam situasi darurat. Pedoman 2020 memperbarui kiat yang sudah ada pada 2015. Perbedaan tersebut antara lain:

  • Menekankan pada upaya pemecahan jendela mobil darurat yang telah digantungkan dengan pemasangan sabuk pengaman.
  • Memberikan lebih banyak informasi tentang pemakaian kantong napas, dan menekankan penggunaannya pada orang dewasa maupun anak-anak.
  • Memberitahu orang untuk mempertimbangkan menggunakan sarung tangan penyelamatan diri dan masker untuk membantu melindungi dari infeksi.

Perbedaan dalam Rangsangan Utama pada Pemberian Rangsangan Jantung

Pemberian rangsangan jantung luar (AED) dapat membantu menyelamatkan nyawa. Ada beberapa perbedaan utama dalam panduan 2020 AHA terkait dengan penggunaan AED:

Panduan AHA 2020 menekankan penggunaan AED pada bayi dan anak-anak (fokus padan pada bayi dan anak-anak belum ada dalam pedoman AHA 2015). Fokus pada bayi dan anak-anak memperbarui rekomendasi dari American Academy of Pediatrics. Selain itu, panduan terbaru menambahkan lebih banyak ringkasan terkait rangsangan jantung dan CPR.

Tindakan Pedoman AHA 2015 Pedoman AHA 2020
Bantuan Napas pada Anak Diberikan 1 hirupan nafas setiap 3 detik (20 napas dalam waktu 1 menit). Diberikan 1 hirupan nafas setiap 2 sampai 3 detik (18 napas dalam waktu 1 menit).
Pemberian Bantuan Jantung pada Dewasa Kompressi dada harus dilakukan dengan kedalaman 5-6 cm (2-2,4 inci). Kompressi dada harus dilakukan dengan kedalaman 5-6 cm (2-2,4 inci). Jangan kompresi lebih dari 6 cm (2,4 inci).

Dengan perbedaan-perbedaan di atas, AHA berharap dapat membantu masyarakat dalam memberikan bantuan hidup dasar yang lebih baik dan efektif.

Peningkatan Durasi KPR pada Pasien henti jantung

KPR atau Kardiopulmoner Resusitasi adalah suatu prosedur pertolongan pertama pada saat seseorang mengalami henti jantung akut. Pada prosedur ini, pasien yang mengalami henti jantung akan diberikan rangsangan listrik (defibrilasi) dan tekanan pada dada untuk memulihkan detak jantung yang normal.

Perbedaan antara AHA 2015 dan 2020 terkait durasi KPR pada pasien henti jantung adalah signifikan. Pada AHA 2015, durasi KPR pada pasien henti jantung harus dilakukan selama 2 menit sebelum dilakukan pengecekan ulang detak jantung. Namun, pada AHA 2020, durasi KPR diperpanjang menjadi 3-5 menit sebelum dilakukan pengecekan ulang detak jantung. Hal ini dilakukan untuk memberikan waktu yang lebih optimal bagi jantung untuk memulihkan detak normalnya sesuai dengan norma yang ada.

  • Durasi KPR diperpanjang dari 2 menit menjadi 3-5 menit pada AHA 2020.
  • Hal ini memberikan waktu yang lebih optimal bagi jantung untuk memulihkan detak normalnya.
  • Perpanjangan durasi KPR ini sesuai dengan norma AHA 2020.

AHA 2020 juga menekankan pentingnya prosedur KPR yang dilakukan oleh tim medis dan non-medis yang terlatih dan terampil dalam melakukan prosedur tersebut. Semakin terlatih dan terampil, semakin baik pula prosedur KPR yang dilakukan.

Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan AHA 2015 dan 2020 terkait durasi KPR pada pasien henti jantung, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

AHA 2015 AHA 2020
Durasi KPR selama 2 menit sebelum dilakukan pengecekan ulang detak jantung Durasi KPR diperpanjang menjadi 3-5 menit sebelum dilakukan pengecekan ulang detak jantung

Dengan perpanjangan durasi KPR pada AHA 2020, diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam pemulihan detak jantung normal bagi pasien yang mengalami henti jantung akut.

Implementasi Terbaru pada Rangsangan Pernapasan pada Pasien Dewasa

Perbedaan antara AHA 2015 dan 2020 menampilkan beberapa perubahan dalam rekomendasi penanganan henti jantung dan kardiorespirasi, seperti tindakan rangsangan pernapasan. Implementasi terbaru pada rangsangan pernapasan pada pasien dewasa disebut sebagai rangsangan pernapasan minimal.

  • Rangsangan pernapasan minimal (minimal respiratory rate stimulation) digunakan pada pasien dewasa dengan detak jantung kurang dari 100 per menit dan nafas spontan atau tidak ada (AHA 2020).
  • Dalam AHA 2015, terdapat tiga jenis rangsangan pernapasan: rangsangan mandibula, rangsangan kantuk, dan rangsangan laring. Jenis rangsangan ini dihapus dalam AHA 2020 dan hanya digantikan oleh rangsangan pernapasan minimal.
  • Penelitian menyebutkan bahwa rangsangan pernapasan minimal lebih efektif dalam meningkatkan keberhasilan resusitasi daripada tiga jenis rangsangan pernapasan sebelumnya (Deakin et al, 2019).

Implementasi rangsangan minimal ini diharapkan dapat memudahkan kalangan masyarakat dalam menangani henti jantung atau kardiorespirasi dengan tindakan yang lebih sederhana. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa AHA 2020 mengalami perubahan signifikan dengan memperkenalkan rangsangan pernapasan minimal.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut:

Rangsangan Pernapasan Minimal (AHA 2020) Rangsangan Mandibula, Rangsangan Kantuk, dan Rangsangan Laring (AHA 2015)
Definisi Rangsangan pernapasan dilakukan pada pasien dewasa dengan detak jantung kurang dari 100 per menit dan nafas spontan atau tidak ada Rangsangan mandibula, rangsangan kantuk, dan rangsangan laring dilakukan sebagai tindakan pernapasan pada pasien henti jantung atau kardiorespirasi
Keefektifan Lebih efektif dalam meningkatkan keberhasilan resusitasi daripada tiga jenis rangsangan sebelumnya (Deakin et al, 2019) Belum terbukti lebih efektif dalam meningkatkan keberhasilan resusitasi daripada rangsangan minimal (AHA 2015)

Perubahan besar dalam AHA 2020 terkait dengan implementasi rangsangan minimal menekankan upaya pada tindakan medis yang lebih sederhana

Perubahan Skala Komplikasi Neurologis pada Dasar Hidup AHA

Salah satu perbedaan signifikan antara AHA 2015 dan 2020 adalah perubahan pada skala komplikasi neurologis pada dasar hidup AHA. Pada tahun 2015, skala komplikasi neurologis AHA hanya terdiri dari tiga tingkat, yaitu tingkat ringan, sedang, dan berat. Namun, pada tahun 2020, skala tersebut diubah menjadi lima tingkat. Berikut adalah penjelasan mengenai perubahan skala komplikasi neurologis pada dasar hidup AHA:

  • Tingkat I: Tidak ada gejala atau tanda-tanda komplikasi neurologis.
  • Tingkat II: Gejala atau tanda-tanda komplikasi neurologis yang ringan dan sementara, seperti pusing atau sakit kepala.
  • Tingkat III: Komplikasi neurologis sedang dan menetap, seperti stroke ringan atau kejang.
  • Tingkat IV: Komplikasi neurologis berat dan menetap, seperti stroke besar atau koma.
  • Tingkat V: Kematian.

Perubahan ini ditujukan untuk memberikan gambaran yang lebih baik mengenai tingkat keparahan komplikasi neurologis pada pasien yang mengalami cardiac arrest. Dengan adanya skala yang lebih terperinci, dokter dapat memahami dengan lebih baik tingkat keparahan kondisi pasien dan dapat membuat keputusan yang lebih baik terkait perawatan dan pengobatan yang diperlukan.

Tentu saja, perubahan skala komplikasi neurologis pada dasar hidup AHA tidak hanya memengaruhi dokter dan tenaga medis yang merawat pasien cardiac arrest. Tetapi juga bagi kita masyarakat awam, kita harus tahu bahwa pertolongan pertama pada keadaan darurat, khususnya cardiac arrest, sangatlah penting. Hal kecil seperti melakukan kompresi dada dan mouth-to-mouth resusitasi (jika kita tahu cara melakukannya) dapat membantu memperbaiki peluang pasien untuk bertahan hidup dan mengurangi risiko komplikasi neurologis yang dapat berbahaya bagi kehidupannya.

Kalau kamu belum menguasai teknik pertolongan pertama pada keadaan darurat, kamu bisa mengikuti kursus CPR dan first aid yang banyak diselenggarakan oleh lembaga-lembaga kemanusiaan seperti Palang Merah Indonesia, Carson, dan lain-lain. Pertolongan pertama yang tepat dan cepat akan memperbesar peluang pasien cardiac arrest untuk bisa bertahan hidup dan mengurangi risiko komplikasi neurologis yang berbahaya bagi nyawanya.

Tingkat Deskripsi Komplikasi Neurologis
I Tidak ada gejala atau tanda-tanda komplikasi neurologis Tidak ada
II Gejala atau tanda-tanda komplikasi neurologis yang ringan dan sementara, seperti pusing atau sakit kepala Tidak signifikan
III Komplikasi neurologis sedang dan menetap, seperti stroke ringan atau kejang Moderat
IV Komplikasi neurologis berat dan menetap, seperti stroke besar atau koma Signifikan
V Kematian

Sumber: AHA Guidelines for CPR and ECC, 2020.

Perbedaan Terapi pada Kegagalan Jantung dalam Pedoman Dasar Hidup AHA 2020.

Pedoman Dasar Hidup AHA (American Heart Association) edisi 2020 memperbarui dan memperbaiki pengenalan, diagnosis serta terapi kegagalan jantung. Berikut adalah perbedaan terapi yang terdapat pada AHA 2015 dan AHA 2020 dalam mengatasi kegagalan jantung.

  • Aplikasi Angiotensin Receptor-Neprilysin Inhibitor (ARNI)
    ARNI direkomendasikan untuk digunakan pada pasien yang sudah stabil dengan kondisi kelas II-IV dalam bertahan hidup kiri! terlambat. Hal ini sangat disarankan pada pasien yang belum menggunakan inhibitor ACE atau penghambat ARB.
  • Terapi Mineralocorticoid Blocking Agent (MRA)
    Secara spesifik, MRA aldosterone dapat digunakan untuk mengobati pasien kegagalan jantung yang mengalami gangguan fungsi sistolik atau diastolik. Namun, penggunaannya sangat dipertimbangkan pada kondisi pasien.
  • Terapi Dosis Tinggi Obat Penghambat Beta
    Dalam AHA 2020, disarankan penggunaan dosis tertentu dari penghambat beta pada pasien yang membutuhkan. Terdapat beberapa obat penghambat beta seperti Carvedilol dan Bisoprolol yang direkomendasikan dosis tersebut.

Peran Terapi pada Kegagalan Jantung

Terapi pada pasien kegagalan jantung merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk menjaga kesehatan mereka. Terapi ini dapat membantu memperbaiki gejala klinis dan detak jantung pasien sehingga kondisi pasien menjadi lebih baik. Terapi yang diberikan harus disesuaikan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi kesehatan dan usia pasien.

Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memberikan terapi pada pasien kegagalan jantung, termasuk efek samping dari obat dan penggunaan terapi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien untuk memilih keputusan terapi bersama dokter mereka untuk memastikan terapi yang diberikan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup mereka.

Tabel Perbedaan Terapi AHA 2015 dan AHA 2020 pada Kegagalan Jantung

Terapi pada Kegagalan Jantung AHA 2015 AHA 2020
Angiotensin Receptor-Neprilysin Inhibitor (ARNI) Tidak disarankan Direkomendasikan pada pasien
Mineralocorticoid Blocking Agent (MRA) Tidak spesifik Digunakan untuk beberapa pasien tertentu
Obat Penghambat Beta Dosis rendah Dosis tinggi direkomendasikan pada pasien tertentu

Perbedaan terapi pada kegagalan jantung dalam pedoman dasar hidup AHA 2020 dapat memberikan gambaran kepada pasien dan tenaga medis mengenai penggunaan terapi yang lebih efektif dan sesuai dengan kondisi pasien. Memilih terapi yang tepat dan bekerja sama dengan dokter sangat penting untuk mengatasi kegagalan jantung.

Terima Kasih Telah Membaca

Itulah tadi beberapa perbedaan AHA 2015 dan 2020 yang dapat kami sampaikan. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk kamu yang ingin mempelajari lebih lanjut tentang AHA. Jangan lewatkan artikel menarik lainnya di website kami dan pastikan untuk selalu mengunjungi kami di lain waktu! Sampai jumpa!