Apa Itu Mut’ah? Panduan Lengkap Tentang Mut’ah dalam Islam

Apa itu mut’ah? Apakah pengetahuan kita tentang mut’ah sejalan dengan ajaran Islam yang sejati? Bagi sebagian besar orang, kata ‘mut’ah’ lebih sering diasosiasikan dengan hal yang tabu atau kontroversial. Tapi sebenarnya, mut’ah itu sendiri adalah sebuah konsep dan praktik pernikahan sementara yang telah diatur dengan jelas dalam berbagai ajaran agama Islam.

Terkait dengan topik mut’ah, ada banyak diskusi di kalangan masyarakat tentang hukum dan aturan yang terkait dengan pelaksanaan praktik ini. Banyak orang yang mempertanyakan apakah mut’ah hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu ataukah bisa dilakukan kapan saja. Bagi beberapa orang, mut’ah lebih dipandang sebagai cara untuk menikmati kenikmatan seksual tanpa ada komitmen dalam sebuah hubungan, sementara bagi yang lain, mut’ah adalah sebuah praktik yang sangat terhormat dan dilakukan sebagai sebuah bentuk pernikahan sah dalam keyakinan agama mereka.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap tentang apa itu mut’ah dan segala hal terkait yang perlu kita ketahui. Mulai dari sejarahnya, hingga peran dan hukumnya dalam kepercayaan Islam. Semua pertanyaan dan keraguan kita akan dibahas dalam artikel ini. Suatu kali, mari kita rasakan bahwa kita lebih memahami konsep ini dengan baik dan menyingkirkan segala prasangka yang mungkin ada.

Pengertian Mut’ah

Mut’ah atau nikah mut’ah adalah salah satu praktik pernikahan sementara di dalam agama Islam. Pernikahan sementara ini dilakukan dengan sya’ir atau kesepakatan di antara pihak pengantin, yang bertujuan untuk membantu memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, atau seksual.

Secara harfiah, mut’ah berarti kesenangan atau permintaan untuk mendapatkan sesuatu. Menurut ajaran Islam, mut’ah dapat dilakukan dalam pengertian yang positif, yaitu untuk membantu memenuhi kebutuhan yang sah.

Beberapa ulama memandang mut’ah sebagai bentuk pernikahan sementara yang sah, asalkan dilakukan dengan syarat dan ketentuan yang sesuai dengan ajaran Islam. Namun, pandangan ini menjadi kontroversial di kalangan umat Islam, karena ada pihak yang menilai mut’ah sebagai tindakan yang tidak bermoral dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Hukum Mut’ah dalam Islam

Salah satu perdebatan dalam agama Islam adalah mengenai hukum mut’ah atau nikah sementara. Ada yang memperbolehkan dan ada juga yang menganggap hal ini haram. Namun, mayoritas ulama sepakat untuk mengharamkan mut’ah kecuali dalam kondisi tertentu.

  • Mut’ah hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat atau jika seseorang sedang dalam perjalanan yang panjang dan harus menikah untuk melindungi dirinya dari godaan nafsu birahi.
  • Mut’ah harus dilakukan dengan cara yang sah dan sesuai dengan syariat Islam, seperti pemberian mahar dan sumpah nikah.
  • Mut’ah tidak boleh dilakukan secara sembarangan atau untuk kepentingan yang tidak sah.

Menurut pandangan mayoritas ulama, mut’ah adalah perbuatan yang haram karena bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Islam, seperti menjaga kehormatan, keutuhan keluarga, dan moralitas seksual. Selain itu, mut’ah juga dapat menimbulkan masalah sosial dan psikologis bagi pihak yang terlibat.

Oleh karena itu, sebagai umat muslim, penting bagi kita untuk memahami dengan baik hukum mut’ah dalam Islam agar tidak terjebak dalam perbuatan yang bertentangan dengan syariat dan kebaikan diri sendiri serta masyarakat.

Referensi:

Judul Penulis Penerbit
Hukum Nikah Mut’ah Muhammad Al-Mubarok Al-Waiz Pustaka Azzam
Fiqh Wanita Dr. Yusuf Al-Qardhawi Gema Insani

Perbedaan Mut’ah dengan Nikah Siri


Mut’ah dan nikah siri adalah pernikahan non-permanen yang kontroversial di kalangan masyarakat Muslim. Meskipun keduanya tampaknya mirip, ada beberapa perbedaan antara mut’ah dan nikah siri. Berikut adalah beberapa perbedaan penting antara keduanya.

  • Kegunaan: Mut’ah biasanya dilakukan ketika seseorang membutuhkan keterikatan jangka pendek dalam situasi yang tidak memungkinkan untuk menikah secara permanen. Sementara itu, nikah siri terutama dilakukan untuk mengekspresikan cinta dan rasa kebutuhan satu sama lain tanpa melibatkan unsur resmi atau publik.
  • Syarat dan ketentuan: Mut’ah memerlukan kesepakatan awal tentang batas waktu pernikahan dan masalah pembayaran mahar. Setidaknya dalam tradisi Syiah, mut’ah membolehkan interaksi seksual dan tidak mengharuskan dua orang untuk menjadi pasangan monogami. Namun, nikah siri biasanya melibatkan perjanjian monogami dan masalah hukum terkait dengan undang-undang perkawinan di masyarakat.
  • Status hukum: Mut’ah dianggap haram di dalam mazhab Sunni. Bahkan di kalangan Syiah, mut’ah hanya dianggap sah dan sah untuk dilakukan dalam beberapa situasi khusus dan di beberapa negara bernegara Muslim. Di sisi lain, nikah siri juga dianggap haram atau tidak sah dalam banyak mazhab Sunni dan tidak jelas dalam mazhab Syiah.

Dalam kesimpulannya, mut’ah dan nikah siri memang sangat mirip bagi orang yang tidak memahami perbedaan keduanya. Namun, penting untuk dipahami bahwa kedua opsi ini memiliki perbedaan penting yang tidak dapat diabaikan. Sebelum memasuki sebuah perjalanan yang bisa mengubah hidup, penting untuk melakukan riset dan konsultasi dengan para ahli dan pemahaman agama kita. Jangan terlalu mudah tergoda dengan hadits, perkataan, atau keyakinan yang mungkin menyimpang dari ajaran asli agama kita.

Keuntungan dan Kerugian Mut’ah

Mut’ah adalah konsep pernikahan sementara dalam Islam yang memungkinkan pasangan untuk menikah tanpa komitmen jangka panjang. Namun, seperti kebanyakan hal dalam hidup, mut’ah memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk menikahi seseorang dalam pernikahan sementara.

Berikut adalah beberapa keuntungan Mut’ah:

  • Memungkinkan pasangan untuk menikmati keintiman secara sah tanpa harus mengikat diri pada komitmen jangka panjang.
  • Memungkinkan pasangan untuk mengenal satu sama lain sebelum memutuskan untuk menikah secara permanen.
  • Dapat digunakan dalam situasi di mana pasangan hidup jauh dari satu sama lain sementara waktu dan ingin menjaga hubungan mereka tanpa harus menunggu.

Meskipun Mut’ah memiliki beberapa keuntungan, ada juga beberapa kerugian yang harus dipertimbangkan:

  • Mut’ah dapat memicu kelakuan seksual yang tidak sehat dan tidak wajar, menyebabkan kesulitan dalam mempertahankan hubungan yang benar-benar cinta di masa depan.
  • Mut’ah dapat mengakibatkan perubahan emosional pada orang yang terlibat, karena perasaan dapat berkembang dan kemudian terjadi kesedihan saat kontrak berakhir.
  • Mut’ah dapat memungkinkan pasangan untuk menjadi terlalu banyak terfokus pada keintiman fisik, bukan pada kualitas hubungan mereka secara keseluruhan.

Menimbang keuntungan dan kerugian Mut’ah adalah pilihan personal, dan hanya pasangan yang terlibat yang dapat memutuskan apakah ini adalah keputusan yang tepat untuk mereka. Namun, penting untuk mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari keputusan ini sebelum memutuskan untuk mengikat diri ke dalam kontrak pernikahan sementara ini.

Keuntungan Kerugian
Intim dengan pasangan tanpa pengikatan jangka panjang Bisa memunculkan kelakuan seksual yang tidak sehat
Mengenal satu sama lain sebelum memutuskan untuk menikah secara permanen Dapat memicu perubahan emosional
Situasi jarak jauh dapat diatasi Pasangan terlalu terfokus pada keintiman fisik

Syarat-syarat Mut’ah

Mut’ah atau nikah mut’ah adalah sebuah istilah yang biasa digunakan dalam ajaran Islam, khususnya untuk menggambarkan sebuah pernikahan sementara yang memiliki batas waktu tertentu. Seperti halnya dengan pernikahan konvensional, beberapa persyaratan harus dipenuhi sebelum mengadakan Mut’ah. Berikut adalah lima syarat yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan Mut’ah:

  • 1. Ada Kesepakatan dari Kedua Belah Pihak
  • 2. Mahar Ditetapkan di Awal
  • 3. Wali Nikah Harus Hadir
  • 4. Ada Saksi-saksi
  • 5. Tidak Bertentangan dengan Hukum

Syarat kelima, yaitu tidak bertentangan dengan hukum, merupakan salah satu syarat yang paling penting dalam Mut’ah. Ada beberapa hukum dalam Islam yang harus dipatuhi dalam pernikahan, seperti hukum tentang kesepakatan antara kedua belah pihak, mahar dan saksi-saksi. Jika dianggap melanggar ketentuan hukum, Mut’ah bisa menjadi sebuah perbuatan yang haram.

Sebagai contoh, hukum di beberapa tempat sangat ketat terhadap pernikahan mut’ah. Di negara seperti Arab Saudi, Iran dan Pakistan, pernikahan mut’ah tidak diakui dan dianggap sebagai tindakan yang ilegal. Demikian pula, beberapa orang Muslim moderat menganggap bahwa Mut’ah tidak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.

Oleh karena itu, sebelum melakukan Mut’ah, sangat penting bagi pasangan untuk memahami segala sesuatu yang terkait dengan hukum Islam, terutama jika pasangan melakukan pernikahan di luar negeri. Ini adalah bagian penting dari persiapan, yang akan membantu pasangan menikmati pernikahan mereka dengan lebih baik dan mencegah kemungkinan hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam hal di mana pasangan tidak bisa memastikan kesesuaian hukum, maka sebaiknya mereka menunda atau membatalkan rencana pernikahan mut’ah mereka. Dalam segala keadaan, pasangan harus memprioritaskan kepatuhan terhadap hukum Islam di atas segalanya jika ingin menjalankan Mut’ah dengan benar dan sah.

Syarat-syarat Mut’ah Penjelasan
Ada Kesepakatan dari Kedua Belah Pihak Sebelum melaksanakan Mut’ah, kedua belah pihak harus sepakat dan mengadakan kesepakatan.
Mahar Ditetapkan di Awal Sebuah mahar harus ditetapkan saat mengadakan Mut’ah.
Wali Nikah Harus Hadir Seorang wali nikah harus hadir saat mengadakan Mut’ah, kecuali untuk orang-orang yang tidak memiliki wali nikah.
Ada Saksi-saksi Saksi-saksi harus hadir saat mengadakan Mut’ah.
Tidak Bertentangan dengan Hukum Mut’ah harus sesuai dengan hukum Islam dan tidak boleh melanggar ketentuan hukum.

Ketika semua syarat telah terpenuhi, pasangan bisa menjalankan Mut’ah dengan syarat mereka memperhatikan segala hal dan menjalankan pernikahan sementara yang mereka lakukan dengan penuh tanggung jawab dan ketaatan sesuai dengan syariat Islam.

Bentuk Mut’ah yang dilarang dalam Islam

Sebagaimana kita ketahui, Mut’ah adalah bentuk pernikahan sementara dalam Islam yang dapat dilakukan oleh pasangan yang sepakat untuk menikah sementara waktu tertentu. Akan tetapi, mut’ah juga memiliki batasan yang harus ditaati oleh umat Muslim. Dalam Islam, ada beberapa bentuk Mut’ah yang dilarang dan diharamkan. Bentuk Mut’ah yang dilarang tersebut adalah sebagai berikut:

  • Mut’ah yang dilakukan tanpa ada kesepakatan antar pasangan
  • Mut’ah yang hanya dilakukan untuk kesenangan semata tanpa ada niat untuk menikah di kemudian hari
  • Mut’ah yang dilakukan tanpa ada mahar atau imbalan yang disepakati sebelumnya

Hal-hal di atas adalah bentuk-bentuk Mut’ah yang dilarang dan diharamkan dalam Islam. Selain itu, terdapat juga aturan-aturan lainnya yang harus ditaati dalam melakukan Mut’ah, salah satunya adalah waktu yang ditentukan dalam pernikahan sementara ini. Sebagai contoh, pasangan yang melakukan Mut’ah harus menentukan durasi waktu pernikahan secara jelas sebelum pernikahan tersebut dilangsungkan.

Untuk lebih jelasnya, berikut adalah tabel singkat tentang bentuk Mut’ah yang dilarang di dalam Islam:

No. Bentuk Mut’ah yang dilarang dalam Islam
1 Mut’ah yang dilakukan tanpa ada kesepakatan antar pasangan
2 Mut’ah yang hanya dilakukan untuk kesenangan semata tanpa ada niat untuk menikah di kemudian hari
3 Mut’ah yang dilakukan tanpa ada mahar atau imbalan yang disepakati sebelumnya

Jadi, sebagai umat Muslim, kita harus mematuhi hukum-hukum yang berlaku dalam Mut’ah dan tidak melakukan bentuk Mut’ah yang dilarang di dalam Islam, karena akan berdampak buruk pada diri kita sendiri serta masyarakat sekitar.

Bagaimana cara melakukan Mut’ah?

Mut’ah adalah pernikahan sementara yang diizinkan dalam ajaran Islam. Bagi sebagian orang, konsep Mut’ah ini dapat menimbulkan pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana melakukan Mut’ah sehingga sesuai dengan syarat-syarat yang diatur dalam Islam. Berikut ini cara melakukan Mut’ah dengan benar:

  • Menentukan pasangan yang akan dilakukan Mut’ah. Pasangan harus beragama Islam dan memiliki kesepakatan yang jelas dalam melaksanakan Mut’ah.
  • Menentukan sifat dan jenis Mut’ah yang akan dilakukan, apakah Mut’ah nikah atau Mut’ah hajat.
  • Membicarakan syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam Mut’ah, seperti masalah mahar, lama waktu Mut’ah, dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga.

Setelah semua syarat terpenuhi, langkah selanjutnya adalah melakukan akad Mut’ah. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad Mut’ah antara lain:

  • Melakukan akad di hadapan saksi yang disetujui oleh kedua belah pihak.
  • Menyepakati besarnya mahar yang akan diberikan kepada pasangan.
  • Menentukan lamanya perkawinan sementara Mut’ah.
  • Membicarakan sifat hubungan pasangan selama berlangsungnya Mut’ah tersebut, apakah hanya sebagai pasangan tanpa ikatan keluarga atau sebagai suami istri secara lengkap dengan tanggung jawab dan hak-haknya.

Untuk meminimalisir resiko yang terjadi, resiko ketidakadilan pada pihak yang satu kepada pihak yang lain, sebaiknya berdiskusi yang baik-baik dan mematuhi syarat-syarat yang sudah didiskusikan.

Kelebihan Kekurangan
Penyelamatan diri dari zina Banyaknya persiapan membuat Mut’ah tidak mudah dilakukan
Berdampingan secara halal untuk sementara waktu Belum mendapat pengakuan secara legal di beberapa negara
Dapat menentukan sifat hubungan dengan pasangan, sesuai kesepakatan Dalam Mut’ah hajat masa perkawinannya lebih singkat dari Mut’ah nikah, hal ini kadang dianggap kurang istimewa

Sebelum melakukan Mut’ah, sebaiknya melakukan refleksi dan mempertimbangkan kembali apakah tindakan ini akan membawa maslahat atau justru sebaliknya.

Itu dia, Apa Itu Mut’ah

Akhir kata, untuk yang belum tahu apa itu mut’ah, semoga penjelasan di atas bisa memberikan gambaran yang jelas. Sebagai seorang muslim, mengetahui adab dan syariatnya penting agar kita bisa mempraktekkannya dengan benar. Terima kasih sudah membaca artikel ini, jangan lupa untuk mengunjungi kembali ya. Salam hangat dari saya!